Senin, 30 November 2009

Motivasi Wanita Berjilbab

Oleh Emamiridya Erine Yupi
NIM: 06 320 094
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Ada beragam motivasi wanita menggunakan jilbab saat ini. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan motivasi-motivasi tersebut dengan menggunakan responden dari berbagai umur dan latar belakang profesi. Permasalahan difokuskan pada mengapa mereka mengenakan jilbab, dan sejak kapan mereka mulai memakai jilbab tersebut.
Data singkat kelima responden tersebut adalah sebagai berikut. Responden pertama wanita berumur 28 tahun yang saat ini bekerja sebagai dosen salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Reponden kedua adalah seorang ibu rumah tangga berumur 52 tahun yang telah menyandang gelar Hajjah, dan aktif dalam berbagai pengajian agama. Responden ketiga dan keempat adalah siswi SMA Negeri yang saat ini masih berumur 16 dan 17 tahun. Sedangkan responden terakhir Sedangkan responden terakhir adalah seorang mahasiswi salah satu universitas swasta di Yogyakarta berumur 19 tahun. Dan dua responden yang lain adalah siswi SMA Negeri yang saat ini masih berumur 16 dan 17 tahun.

Ketika ditanya tentang motivasi mengenakan jilbab, sejumlah responden memberikan beberapa pernyataan yang sungguh mengejutkan. Seperti yang diungkapkan oleh responden pertama, ia mengaku hanya menggunakan jilbab saat bekerja saja, karena memang ditempat bekerjanya itu diwajibkan untuk memakai busana muslim. Bahkan ia menyebutnya ‘jilbab office hours’. “Ya mau tidak mau,” begitu yang diungkapkannya. Tapi ia tetap terlihat sopan dalam berbusana.

Tak jauh berbeda dengan yang menjadi alasan atau motivasi pada responden pertama, seorang wanita paruh baya yang baru menggunakan jilbab saat akan berangkat menunaikan ibadah haji hingga saat ini, mengakui apabila ia boleh memilih, maka ia akan memilih untuk tidak menggunakan jilbab. Tapi karena gelar ‘Hajjah’ yang disandangnya, mau tidak mau jilbab tersebut harus tetap digunakan, karena tak bisa dimungkiri bahwa dalam kegiatan sosialnya, jilbab tersebut menjadi statusnya.
Ada pula dua reponden yang masih muda ini. Siswi-siswi SMA Negeri yang tidak memiliki peraturan yang mewajibkan siswinya harus memakai jilbab, justru memilih untuk tetap menggunakan jilbab di sekolah, meski di luar sekolah ia tidak memakai jilbab juga. Lalu apa alasannya memakai jilbab? “Pengen aja, biar gaul.” Terang saja, karena seragam yang dipakainya sungguh tidak sesuai dengan peraturan sekolah, lebih-lebih aturan Islam. Ia jelas terlihat ‘mencolok’ dengan poni yang terlihat ‘menjuntai’ tak tertutup jilbab, rok seragam yang turun dipinggang atau biasa disebut ‘hipster’, dan atasan yang agak terangkat. Ada pula yang tak serupa tapi sama dengan siswi sebelumnya, ketika ditanya pertanyaan yang sama, ia menjawab “Supaya lebih putih, soalnya kakiku belang, kalau pakai rok panjang kan jadi enggak kena panas.” Sungguh alasan yang menyedihkan.

Bertolak belakang dengan para responden sebelumnya, seorang mahasiswi yang sudah memakai jilbab semenjak masuk SMA, atau sekitar empat tahun lalu. Meskipun universitas tempat ia menuntut ilmu saat ini mewajibkan seluruh mahasiswinya untuk menutup aurat, dan banyak temannya yang menutup aurat ‘seadanya’, tidak demikian dengan gadis yang selalu berjilbab dengan panjang lebih dari empat jari di bawah bahunya ini. Ia mengaku, motivasi awal memang karena lingkungan keluarga besar dan didikan orangtua yang mewajibkan semua anak perempuannya menggunakan jilbab sejak bangku SMA. Tapi ia tidak merasa terbebani dengan itu, karena sejak kecil ia sudah mendapatkan disiplin agama dari orangtuanya. Ia mengatakan “Semua orang memang butuh proses untuk berubah, tidak bisa seseorang berubah langsung tiba-tiba Lillahi Ta’ala.” Bahkan ia merasa lebih pede dan lebih cantik saat menggenakan jilbab.

Lalu apa yang dapat disimpulkan dari para responden di atas?
Saat ini memang begitu banyak wanita yang memakai jilbab dan berbusana muslim. Namun tak semua memiliki motivasi yang sama dalam menjalaninya.
Ada tiga garis besar perfektif wanita memakai jilbab yaitu ; karena syariat Islam, karena mode, dan karena peraturan.
Responden yang pertama, jelas karena peraturan. Responden yang kedua, ketiga dan keempat, karena mode, sedangkan responden yang terakhir, karena syariat Islam.
Sesungguhnya tanpa perlu bertanya, ada perbedaan mencolok antara ketiganya, seperti yang tampak juga pada para responden di atas. Seseorang yang ‘tulus’ memakai busana muslim, jelas menutup auratnya seperti yang telah dituliskan dalam Al Qur’an (Q.S 33 : 59 dan Q.S 24 : 31).

Namun tak pula bisa disalahkan apabila aturanlah yang mengharuskan, karena apabila dipaksakan hasil yang diperoleh juga tidak seperti yang diharapkan, sehingga terjadilah penyimpangan-penyimpangan berbusana tersebut. Solusinya biarkanlah setiap orang menemukan ‘prosesnya’ sendiri.

Selain itu pilihan sikap seseorang bisa dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan tuntutan masyarakat. Sehingga seharusnya masyarakat kita lebih terbuka dan menerima apa adanya seseorang.


Yogyakarta, 13 September 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar